Minggu, 25 Maret 2012

Kini Giliran Sang Mentari





 

Kini giliran sang mentari menyinari belahan bumi tempat ku berpijak.
Mentari tak seperti rembulan.
Mentari, dia membuat aku silau dan tak mau lagi terus menutup mata.
Tapi rembulan, dia membuatku selalu nyaman dan ingin terus menutup mata tuk sekadar istirahat.


Mentari, panas sinarnya mengusik ku dari tidur lelap
Spektrum cahayanya menyemangati aku tuk terus berjuang menjadi lebih baik,
Mentari memaksaku tuk berlari,
Berlari mengejar sesuatu yang selama ini terlupa untuk lebih diperhatikan,
Lelah! Tidak juga!
Kini ku sadar, belum jauh kakiku melangkah menuju-Nya,
Berhenti dan berbalik! Sekali lagi tidak!
Aku akan terus berlari meski sepatuku koyak karena bergesekan dengan jalan yang belum diaspal ini,
 

Kenapa aku baru berlari sekarang?
Kemana aku kemarin?
Keadaan ini membuat aku berpikir dalam,
Berpikir dan berpikir!
 

Ternyata aku terlambat tuk menjadi dewasa,
Yaa...terlambat menjadi dewasa,
Dewasa untuk menyadari kebodohan diriku.
Pun begitu, secercah cahaya mentari kuharap sudi menyinari jalanku,
Yach..jalanku menuju cinta hakiki itu.
 

O ya, kemana rembulan?
Sepertinya rembulan harus berpindah menghiasi malam untuk satu sisi bumi yang gelap kini

Kenapa? Karena mentari telah menggantikannya.
 

Tak bisakah dia hadir membersamai mentari?
Ohh...tidak, takdir malam adalah untuk rembulan, dan siang adalah untuk mentari,
Begitulah segalanya telah diatur,


Kini giliran sang mentari.....!


Ku berdo’a, semoga rembulan tak mudah redup cahayanya membersamai malam disisi bumi yang disana.
Hingga tak ada rotasi dan revolusi lagi dalam sistem alam ini. Amin



---------

Taufiq dwi septian suyadhi
Yogyakarta, Dec 09 2008

0 comments:

Posting Komentar